Sebelum melakukan perjalanan ke
Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Misteri menyempatkan diri berbincang-bincang dengan
Silalahi (40 thn), spiritualis yang akan memimpin ritual tersebut.
“Legenda asal usul Kanjeng Ratu
Kidul berasal dari Tanah Batak ini tidak lepas dari kisah Raja-raja Batak,”
demikian Silalahi memulai ceritanya.
Dikisahkan, perjalanan etnis Batak
dimulai dari seorang raja yang mempunyai dua orang putra. Putra sulung diberi
nama Guru Tatea Bulan dan kedua diberi nama Raja Isumbaon.
Putra sulungnya, yakni Guru Tatea
Bulan memiliki 11 anak (5 putera dan 6 puteri). Kelima putera bernama: Raja
Uti, Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Lau Raja. Sedangkan keenam
puteri bernama: Biding Laut, Siboru Pareme, Paronnas, Nan Tinjo, Bulan dan Si
Bunga Pandan.
Putri tertua yakni Biding Laut memiliki
kecantikan melebihi adik perempuan lainnya. Dia juga memiliki watak yang ramah
dan santun kepada orangtuanya. Karena itu, Biding Laut tergolong anak yang
paling disayangi kedua orangtuanya.
Namun, kedekatan orangtua terhadap
Biding Laut ini menimbulkan kecemburuan saudara-saudaranya yang lain. Mereka
lalu bersepakat untuk menyingkirkan Biding Laut.
Suatu ketika, saudara-saudaranya
menghadap ayahnya untuk mengajak Biding Laut jalan-jalan ke tepi pantai
Sibolga. Permintaan itu sebenarnya ditolak Guru Tatea Bulan, mengingat Biding
Laut adalah puteri kesayangannya. Tapi saudara-saudaranya itu mendesak terus
keinginannya, sehingga sang ayah pun akhirnya tidak dapat menolaknya.
Pada suatu hari, Biding Laut diajak
saudara-saudaranya berjalan-jalan ke daerah Sibolga. Dari tepi pantai Sibolga,
mereka lalu menggunakan 2 buah perahu menuju ke sebuah pulau kecil bernama
Pulau Marsala, dekat Pulau Nias.
Tiba di Pulau Marsala, mereka
berjalan-jalan sambil menikmati keindahan pulau yang tidak berpenghuni
tersebut. Sampai saat itu, Biding Laut tidak mengetahui niat tersembunyi
saudara-saudaranya yang hendak mencelakakannya. Biding Laut hanya mengikuti
saja kemauan saudara-saudaranya berjalan semakin menjauh dari pantai.
Menjelang tengah hari, Biding Laut
merasa lelah hingga dia pun beristirahat dan tertidur. Dia sama sekali tidak
menduga ketika dirinya sedang lengah, kesempatan itu lalu dimanfaatkan
saudara-saudaranya meninggalkan Biding laut sendirian di pulau itu.
Di pantai, saudara-saudara Biding
Laut sudah siap menggunakan 2 buah perahu untuk kembali ke Sibolga. Tetapi
salah seorang saudaranya mengusulkan agar sebuah perahu ditinggalkan saja. Dia
khawatir kalau kedua perahu itu tiba di Sibolga akan menimbulkan kecurigaan.
Lebih baik satu saja yang dibawa, sehingga apabila ada yang menanyakan
dikatakan sebuah perahunya tenggelam dengan memakan korban Biding Laut.
Tapi apa yang direncanakan
saudara-saudaranya itu bukanlah menjadi kenyataan, karena takdir menentukan
lain.
BIDING LAUT DI TANAH JAWA
Ketika terbangun dari tidurnya,
Biding Laut terkejut mendapati dirinya sendirian di Pulau Marsala. Dia pun
berlari menuju pantai mencoba menemui saudara-saudaranya. Tetapi tidak ada yang
dilihatnya, kecuali sebuah perahu.
Biding laut tidak mengerti mengapa
dirinya ditinggalkan seorang diri. Tetapi dia pun tidak berpikiran
saudara-saudaranya berusaha mencelakakannya. Tanpa pikir panjang, dia langsung
menaiki perahu itu dan mengayuhnya menuju pantai Sibolga.
Tetapi ombak besar tidak pernah
membawa Biding Laut ke tanah kelahirannya. Selama beberapa hari perahunya
terombang-ombang di pantai barat Sumatera. Entah sudah berapa kali dia pingsan
karena kelaparan dan udara terik. Penderitaannya berakhir ketika perahunya
terdampar di Tanah Jawa, sekitar daerah Banten.
Seorang nelayan yang kebetulan
melihatnya kemudian menolong Biding Laut. Di rumah barunya itu, Biding Laut
mendapat perawatan yang baik. Biding Laut merasa bahagia berada bersama
keluarga barunya itu. Dia mendapat perlakuan yang sewajarnya. Dalam sekejap,
keberadaannya di desa itu menjadi buah bibir masyarakat, terutama karena pesona
kecantikannya.
Dikisahkan, pada suatu ketika daerah
itu kedatangan seorang raja dari wilayah Jawa Timur. Ketika sedang beristirahat
dalam perjalanannya, lewatlah seorang gadis cantik yang sangat jelita bak
bidadari dari kayangan dan menarik perhatian Sang Raja. Karena tertariknya,
Sang Raja mencari tahu sosok jelita itu yang ternyata Biding Laut. Terpesona
kecantikan Biding Laut, sang raja pun meminangnya.
Biding Laut tidak menolak menolak
pinangan itu, hingga keduanya pun menikah. Selanjutnya Biding Laut dibawanya
serta ke sebuah kerajaan di Jawa Timur.
TENGGELAM DI LAUT SELATAN
Biding Laut hidup berbahagia bersama
suaminya yang menjadi raja. Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Terjadi intrik di dalam istana yang menuduh Biding Laut berselingkuh dengan
pegawai kerajaan. Hukum kerajaan pun ditetapkan, Biding Laut harus dihukum
mati.
Keadaan ini menimbulkan kegalauan
Sang Raja. Dia tidak ingin isteri yang sangat dicintainya itu di hukum mati,
sementara hukum harus ditegakkan. Dalam situasi ini, dia lalu mengatur siasat
untuk mengirim kembali Biding Laut ke Banten melalui lautan.
Menggunakan perahu, Biding Laut dan
beberapa pengawal raja berangkat menuju Banten. Mereka menyusuri Samudera
Hindia atau yang dikenal dengan Laut Selatan.
Namun malang nasib mereka. Dalam
perjalanan itu, perahu mereka tenggelam diterjang badai. Biding Laut dan
beberapa pengawalnya tenggelam di Laut Selatan.
Demikianlah sekelumit legenda Biding
Laut yang dipercaya sebagai sosok asli Kanjeng Ratu Kidul.
“Dalam legenda raja-raja Batak,
sosok Biding Laut memang masih misterius keberadaannya, Sedangkan anak-anak
Guru Tatea Bulan yang lain tercantum dalam legenda,” kata Silalahi dengan mimik
serius.
Sementara itu, Boru Tumorang (45
thn) mengaku sudah lama dirinya sering kemasukan roh Kanjeng Ratu Kidul.
Terutama terjadi saat kedatangan tamu yang minta tolong dirinya untuk melakukan
pengobatan. Tetapi Boru Tumorang tidak mengerti mengapa raganya yang dipilih Kanjeng
Ratu Kidul. Semuanya terjadi diluar keinginannya.
RITUAL PEMANGGILAN KANJENG RATU KIDUL
Untuk membuktikan keberadaan sosok
legenda Biding Laut yang dipercaya sebagai Kanjeng Ratu Kidul, Misteri bersama
8 orang rekan yang semuanya bersuku Batak sengaja datang ke Pelabuhan Ratu
untuk melakukan ritual pemanggilan roh Kanjeng Ratu Kidul.
Lokasi pertama adalah makam Guru
Kunci Batu Kendit Abah Empar. Lokasi ini cukup dikenal masyarakat, terutama
yang hendak melakukan ritual pemanggilan Kanjeng Ratu Kidul. Konon, di tempat
ini Kanjeng Ratu Kidul memang biasa muncul.
Sebelum melakukan ritual, sebagaimana
biasanya beberapa ubo rampe telah disiapkan, diantaranya: jeruk, jeruk purut,
apel, daun sirih, pisang raja, anggur, minyak jin, kembang sepatu, tepung
beras, kelapa dan gula (itaguruguru-bahasa Batak).
Sekitar pukul 22.30 malam,
dimulailah acara ritual pemanggilan roh Kanjeng Ratu Kidul. Ketika itu,
Silalahi dan Boru Tumorang tampak membaca mantera-mantera. Beberapa saat
kemudian, Silalahi mulai menampakkan perubahan ekspresi wajah. Sosok gaib yang
dipanggil tampaknya telah merasuk ke dalam raganya. Belakangan Misteri
mengetahui, sosok gaib itu adalah roh Raja Batak.
Sementara dalam waktu hampir
bersamaan, Boru Tumorang pun memperlihatkan ekspresi kesurupan. Tiba-tiba
tubuhnya tersungkur lalu merangkak bergeser posisi. Setelah itu, dia kembali
duduk dengan wajah tertunduk dan mata terpejam. Roh Kanjeng Ratu Kidul telah
merasuk ke dalam raga wanita asal Samosir ini.
Terjadilah dialog dalam bahasa Batak
antara Silalahi (yang sudah kemasukan roh Raja Batak) dengan Boru Tumorang dan
beberapa orang yang hadir. Sepanjang dialog itu, ekspresi wajah Boru Tumorang
berubah-ubah. Terkadang tersenyum, tertawa, menangis dan melantunkan lagu
berisi sejumlah nasehat.
Kalimat pertama yang diucapkan
Kanjeng Ratu Kidul adalah
”Kenapa baru sekarang kalian datang
untuk menemui saya? Padahal saya sudah lama berada di sini,”ujar Kanjeng Ratu
Kidul melalui bibir Boru Tumorang.
Ketika salah seorang yang hadir
bertanya tentang Biding Laut, seketika Kanjeng Ratu Kidul menukas,” Ya, sayalah
Biding Laut. Terserah apakah kalian akan percaya atau tidak.”
Selanjutnya dialog meluncur begitu
saja. Beberapa dialog yang Misteri catat diantaranya saat Boru Tumorang
menangis sambil berkata:
“Boasa gudang hamo nalupa tuauito
(kenapa kalian sudah lupa sama saya)?” ujar Kanjeng Ratu Kidul melalui bibir
Boru Tumorang. “Ahado sisukunonmuna (Apa yang kalian mau pertanyakan)?” lanjut
Kanjeng Ratu Kidul.
“Hamirotuson nanboru namagido
tangiansiangho (Kami datang kesini untuk minta doa dari Nyai),” jawab salah
seorang yang hadir.
“Asadikontuhata pasupasu dohut
rajohi (Biar diberikan Tuhan berkat kepada kami),” kata yang lain.
Tampak Boru Tumorang
menggoyang-goyangkan tubuhnya. Kepalanya seperti digelengkan, terkadang
mengangguk-angguk. Sesaat kemudian dia berkata,
“Posmaruham, paubahamuma pangalaho
rohamuna (Percayalah. Asalkan kalian berubah sikap dan tingkah laku menjadi
lebih baik, itu pasti akan terjadi).”
Selanjutnya dia berkata lagi,”Asarat
martonggo mahita tuoputa (Marilah kita bersama-sama berdoa kepada Tuhan).”
“Molonang muba rohamu nalaroma
balainna he he mamuse kuti tuinjang (Kalau tidak berubah sikap dengan baik akan
muncul bencana lagi-tsunami)”
“Dangdiadia dope namasae naosolpu
nalaroma muse naung gogosiani (Belum seberapa bencana yang sudah lalu. Lebih
dahsyat bencana yang akan datang lagi. Kalau kalian tidak percaya kepada
Tuhan).”
Nasehat Kanjeng Ratu Kidul itu
tampaknya ditujukan ke semua orang. Sedangkan kepada anak keturunannya dari
suku Batak, Kanjeng Ratu Kidul berkata,
”Posmarohamu amang paboanhudoi
tuhamu pomparanhu dibagasan parnipion (Percayalah. Semua keturunanku akan saya
beritahukan lewat mimpi masing-masing).”
“Posmaroham amang patureon hudo sube
popparamme (Percayalah, akan saya bantu dan saya tolong semua keturunannmu
ini).
Kanjeng Ratu Kidul juga berpesan
kepada semua manusia agar tidak membeda-bedakan suku,
”Pabohamu tumanisiae asa unang
mambedahon popparanhisude (Beritahu kepada semua manusia supaya tidak
membedakan suku).”
Dialog dengan roh Kanjeng Ratu Kidul
itu berlangsung sekitar setengah jam. Isi dialog sarat dengan nasehat kepada
manusia agar selalu berbuat kebajikan.
Namun yang pasti, dalam dialog itu
juga Kanjeng Ratu Kidul menceritakan sosok asal usul dirinya dan nama aslinya.
Upaya penelusuran ini membuka wacana
baru seputar asal usul Kanjeng Ratu Kidul. Acara ritual ini pun tidak
dimaksudkan untuk membenarkan satu fihak. Sebagaimana dikatakan Silalahi,
“Kami tidak bermaksud mengklaim
kebenaran pendapat kami,”ujar Silalahi sambil tersenyum. “Tetapi kami hanya
mencoba mengangkat kembali sebuah isu yang sudah lama berkembang di daerah
kami. Kebenarannya boleh saja diperdebatkan,” lanjutnya.
Benar apa yang dikatakannya. Sosok
gaib Kanjeng Ratu Kidul memang layak diperdebatkan. Keberadaan maupun asal
usulnya bisa darimanapun juga. Tetapi yang pasti, nasehat-nasehat Kanjeng Ratu
Kidul yang diucapkan melalui medium yang keserupan, seringkali mengingatkan
kita untuk selalu percaya kepada Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar