SKA, Cerita Kegembiraan Yang Sesaat
DI awal tahun 2000-an, musik bernama SKA menjadi begitu mewabah di Indonesia. Joget pogo, begitu
komunitas ini menyebut goyangnya, diikutii banyak orang. Tidak sulit
menirukan gerakannya dan lumayan menghibur. Sayangnya, “hujan” ska tidak
terlalu lama membanjiri industri musik Indonesia. Setelah booming sesaat, Ska kembali tiarap.
+++
DARI beberapa sumber yang saya investigasi, genre musik yang berasal di Jamaika pada akhir 1950-an, dan merupakan pendahulu rocksteady dan reggae. Ska menggabungkan unsur-unsur musik mento dan musik kalipso dari Karibia dengan jazz dan rhythm and blues dari Amerika Serikat.
Ciri khas musik ini adalah jalur bass berjalan dengan aksentuasi pada ritme upbeat. Pada awal 1960-an, ska adalah genre musik yang dominan di Jamaika dan popular di Britania Raya. Musik ini kemudian populer di kalangan skinhead.
Sejarah ska umumnya dibagi menjadi tiga periode: ska asli Jamaika dari tahun 1960-an (gelombang pertama), kebangkitan ska 2 ToneInggris
pada akhir 1970-an (gelombang kedua), dan gerakan ska gelombang ketiga
yang dimulai pada 1980-an, dan meraih kepopuleran di Amerika Serikat
pada 1990-an.
Imbasnya
memang bergeser ke belahan dunia manapun termasuk Indonesia. Ketika
meledak tren ska, banyak band yang lahir dan disebut sebagai band ska.
Untuk menyebut nama seperti Jun Fan Gan Foo, Es Coret, Arigatoo [berubah
jadi Souljah], Collonyet, UFO, Dirty Dools, Purpose, Jet Coaster,
Rolling Doors. Nama lain yang akhirnya jadi ikon ska [bahkan sampai
sekarang] adalah Tipe-X dan Shaggy Dog [band asal Jogjakarta].
Saat musik
rock merajai televisi dan radio di era 90-an, musik yang satu ini
tiba-tiba muncul dan langsung menjadi tren tersendiri di anak-anak muda.
Nggak cuma nge-trend di telinga, ska juga menjadi tren lifestyle remaja
saat itu. Baju pantai celana pendek, dengan dandanan necis menjadi
wabah seiring demam ska.
Meski
identik dengan hura-hura dan pesta, rupanya awal ska memiliki sejarah
gelap dengan syair-syair berisi penderitaan bangsa terjajah yang
tersamar dengan alunan aransemen musik dansa. Tren musik ska berjalan
tidak sampai satu dekade. Dan setelah itu, banyak band ska pada bubar,
meski banyak yang tetap berkecimpung di ranah musik [mungkin yang sedang
tren juga].
Popularitas ska memang tidak sekencang pop, jazz, atau rock mungkin. Tapi sebenarnya ska adalah musik yang cair dan bisa ngeblend dengan
genre apapun, secara asik. Di Indonesia, ska punya pengaruh yang kuat
di industri. Tak cuma itu, fans ska termasuk fanatik dengan genrenya.
Jadi, kadang-kadang mereka yang tidak tahu, merasa bahwa ska adalah
“hidup-mati” mereka.
*wawancara ini dimuat di Majalah SoundUp Edisi Juni 2011
SUMBER : http://airputihku.wordpress.com/2011/06/24/ska-cerita-kegembiraan-yang-sesaat/
0 komentar:
Posting Komentar